Dan Langit Pun Bersiul

Adalah biasa ketika dunia melihat cerita
dimana pemilik sebuah tubuh fana 
melihat dan terhenyak dan menganga
karena nafas alunan nun jauh dari petikan dawai negeri dewata.

Awalnya tarian, dalam gertakan antara sendi-sendi yang lemah,
lalu kesunyian, dalam gerakan air parit-parit kecil bernama darah.
Momen ketika logikanya membusuk dalam tanah,
dan dentuman naluri akan dirinya melemah sebelum akhirnya rebah.

Bagi yang berlari dalam lomba baka dan kekekalan,
nestapa lamunan daging ialah sekilas pemandangan,
"Biasa", "Lazim", gumam seorang dari mereka.
Dan yang menunduk pun harus berkata sama akan nasibnya
ketika ia menengadahkan kepala dan melihat atasnya.

Iri pada para dewa itu tidak baik,
Persembahan arang kosongmu terhadap mereka, buanglah.
hanya pertahankan ketika kau makhluk atas lainnya.
Arangmu, asapnya, mereka menunggu waktu untuk memberi percikan
yang akhirnya membuat tubuhmu jadi persembahan,
yang dirayakan dan ditertawakan muka-muka indah mereka.

Jatuh cintalah pada para dewa, itu tidak hanya balada belaka - itu baik!
hanya saja ingat, oleh satu hembusan khalik kita lenyap dan tak diingat
jadi lupakan perasaanmu, ketika para dewa bercanda dan bercumbu
tertawa dalam lelucon surga tiada pernah serius,dan di indera mereka, jiwa kita terlalu tandus.
Cabik kelopakmu, makhluk yang mencari budi;
dan hiduplah sebagai hinaan para makhluk abadi!


Comments

Post a Comment

Popular Posts